Jumat, 20 Juni 2014

Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Mangunson ( 2009 ) menyebutkan bahwa anak berkebutuhan khusus sebagai anak yang membutuhkan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaan secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. 
Di sini itu kita boleh membedakan anak yang kurang mampu dalam fisik atau apa pun dengan anak yang normal. karna itu akan menyakiti hati mereka, kita itu harus mendukung mereka walau bagaimana pun keadaan mereka. mereka juga bisa melakukan apa yang biasa dilakukan anak pada umumnya. tetapi di sini peran orang dewasa sangat di butuhkan untuk mendukung mereka dan mengejari mereka melakukan hal tersebut.
Ada beberapa perbedaan anak berkebutuhan khusus dengan anak normal lainnya di antara nya : ciri-ciri mental, kemampuan sensorik, fisik dan neoromuskilar, perilaku sosial dan emosional, kemampuan berkomunikasi, ataupun kombinasi 2 atau lebih dari berbagai hal tersebut.
Dari ciri-ciri perbedaan diatas kita sebagai tenaga pendidik harus sabar dalam menghadapi anak yang berkebutuhan khusus karena tidak semua apa yang kita ucapkan atau apa yang kita suruh dapat dilakukan dengan baik. kita harus memberi tahunya dengan perlahan-lahan sampai si anak paham dan mampu melakukan apa yang kta suruh walaupun itu dengan lambat. 
Dalam berkomunikasi dengan mereka juga di butuhkan kesabaran. karna dalam memproses infiormasi mereka sedikit mengalami keterlambatan. kemampuan fisik mereka juga mengalami gangguan terkadang untuk memegang pensil saja seorang anak itu butuh waktu yang lama untuk melakukan itu dan kita harus mengajari mereka bagaimana memegang pensil tersebut. tingkat emosi dan perilaku sosial mereka pun terkadang tertutup dan hanya mau berkomunikasi dengan orang yang mereka kenal dekat. untuk itu kita harus melakukan pendeketan terlebih dahulu kepada mereka agar mereka tidak canggung lagi ketika berkomunikasi dengan kita orng yang baru mereka kenal.
Terkadang dalam emosi pun mereka tidak dapat mengontrolnya. terkadang mereka sudah marah-marah tanpa alasan yang tertentu. kita juga harus memahami mereka dan tingkah laku mereka.
Kemudian ada beberapa istilah untuk anak berkebutuhan khusus : Disability ialah menunjukkan berkurang atau hilangnya fungsi organ atau bagian tubuh tertentu. Handicap adalah masalah atau dampak dari kerusakan ( Disability atau impairment ) yang di alami oleh individu ketika berinteraksi dengan lingkungannya.  Atrisk adalah anak yang meskipun tidak teridentifikasi memiliki kerusakan namun berpeluang mengalami hambatan masalah tertentu.
Siswa yang berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengoptimalkan potensi kemanusiaannya secara utuh akibat adanya perbedaan kondisi dengan kebanyakan anak lainnya. di sini pern guru juga sangat penting untuk mendidik anak yang berkebutuhan khusus. dan membantu mereka dalam melakukan beberapa kegiatan, baik itu kegiatan di sekolah maupun di luar sekolah.
Tujuan utama dari pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah menemukan dan menitik beratkan kemampuan siswa berkebutuhan khusu. 
Tujuan pendidikan khusus adalah : 1. Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai pribadi. 2. Mengembangkan kehidupan anak didik dan siswa sebagai anggota masyarakat. 3. mempersiapkan siswa untuk dapat dimiliki keterampilan sebagai bekal memasuki dunia kerja. 4. Mempersiapkan anak didik dan siswa untuk mengikuti pembelajaran lanjutan.
Jenis-jenis sekolah berkebutuhan khusus : 1. SLB A untuk tuna netra. 2. SLB B untuk tuna runggu. Model pendidikan anak berkebutuhan khusus : 1. Segresi. 2. Integrasi. 3. Inklusi.

PENDEKATAN TIPOLOGI HANS EYSENCK


1.      Biografi Eysenck
Hans J. Eysenck lahir di Berlin, Jerman pada tanggal 4 Maret 1916. Ibunya Silesian kelahiran bintang film Helga Molander, dan ayahnya, Eduard Anton Eysenck adalah seorang penghibur klub malam yang pernah terpilih sebagai pria paling tampan di pantai Baltik.
Ayah dan ibunya bercerai saat dia sedang berusia  2 tahun. Eysenck kemudian dirawat oleh neneknya sampai berusia 18 tahun. Kala itu Nazi mulai berkuasa, dan sebagai simpatisan Yahudi, Hans Eysenck pun terancam. Kemudian dia pindah ke Inggris untuk melanjutkan pendidikannya.
Dia menerima gelar doktor di bidang psikologi dari University of London pada tahun 1940. Pada saat perang dunia pertama, dia bekerja sebagai seorang psikolog di bagian gawat darurat. Disinilah penelitiannya pun dilakukan tentang “kevalidan diagnosis-diagnosis psikiatri. Hasil peneltiannya kemudian membuatnya menentang psikologi analisis sepanjang kariernya. Setelah perang usai, dia mengajar di University of London dan menjadi ketua bagian psikologi di The Institute of Psychiatri di Betlehem Royal Hospital.
Hans Eysenck adalah seorang psikolog terkenal yang memakai pendekatan behaviorisme dalam melihat kepribadian manusia. Teori Eysenck sebagian besar didasarkan oleh fisiologi dan genetika. Meskipun dia seorang behavioris, namun Eysenck melihat perbedaan kepribadian lebih disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika.
Salah satu metode yang dipakai Eysenck adalah teknik statistik yang disebut analisis faktor. Cara analisis ini dilakukan adalah dengan responden diberikan daftar berisi sifat-sifat manusia yang mereka pilih sesuai kepribadian mereka.
2.      Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, tempramen, ciri-ciri kas dan perilaku seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan perilaku yang baku, atau berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.
Pengertian kepribadian menurut Hans Eysenk
Eysenk berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Namun dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dari lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif, (intellegence), sektor kunatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatik (constitution).
Hans Eysenk juga mengatakan dimensi kepribadian dasar adalah introversi, ekstraversi, dan psikotisme. Kusioner telah dikembangkan untuk menilai sifat ini, riset ini difokuskan introversi-ekstraversi dimana ditemukan perbedaan pada level aktivasi dan aktivitas. Eysenk menunjukan bahwa perbedaan pada sifat individu memiliki basis biologis dan genetik (turunan), walaupun demikian dia juga mengisyaratkan bahwa perubahan penting dalam fungsi kepribadian dapat terjadi melalui terapi perilaku.
3.      Struktur Kepribadian
Tentang struktur kepribadian, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisir dalam susunan hirarki berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya. Diurut dari yang paling tinggi dan paling mencakup ke yang paling rendah dan paling umum, adalah sebagai berikut :
  1. Hirarki tertinggi: Tipe, kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
  2. Hirarki kedua: Trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
  3. Hirarki ketiga: Kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
  4. Hirarki terendah: Respon spesifik, tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Keempat macam deskripsi mengenai kepribadian ini bersangkutan dengan keempat macam faktor dalam analisa faktor, yaitu :
Type, bersangkutan dengan general faktor.
Traits, bersangkutan dengan group faktor.
Habitual response bersangkutan dengan special faktor, dan
Specific response bersangkutan dengan error faktor.
Eysenck menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstraversi (E), neurotisisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait. Trait dari ekstraversi adalah: sosiabel (sociable), lincah (lively), aktif (active), asertif (assertive), mencari sensasi (sensation seeking), riang (carefree), dominan (dominance), bersemangat (surgent), berani (venture some). Trait dari neurotisisme adalah: cemas (anxious), tertekan (depressed), berdosa (guild feeling), harga diri rendah (low self esteem), tegang (tension), irasional (irrational), malu (shy), murung (moody), emosional (emotional). Trait dari psikotisme adalah: agresif (aggressive), dingin (cold), egosentrik (egocentric), takpribadi (impersonal), impulsif (impulsive), antisosial (antisocial), tak empatik (tak empatik), kreatif (creative), keras hati (tough-minded).
TIPE
Eysenck menemukan dan mengelaborasikan tiga tipe – E,N,P- tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada masa yang akan datang.
Neurotitisme dan Psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi superego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
1. Ekstraversi
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat sebagaimana ditunjukkan oleh trait-trait dibawahnya, dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni: tidak sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis, penakut.
Orang introvers memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca, olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif. Sebaliknya orang ekstravers memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan mengisap mariyuana. Eysenck menghipotesakan ekstravers (dibanding introvers) melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering, dengan lebih banyak pasangan, dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi. Ektravers yang ketagihan alkohol dan narkotik cenderung mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar.
2. Neurotisisme
Seperti ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas, dan alkoholisme.
Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.
Neurotisisme dan Extraversi-Introversi
Masalah lain yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa pengaruhnya terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dia menemukan, misalnya, bahwa orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert.
Dia menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari situasi yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik walaupun situasinya belum terlalu gawat, orang inilah yang mengidap fobia. Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka sakit.
3. Psikotisme
           Orang yang skor psikotisisme-nya tinggi memiliki trait agresif, dingin, egosentrik, tak pribadi, impulsif, antisosial, tak empatik, keatif, keras hati. Sebaliknya orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik, kooperatif, dan sabar. Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75% bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
Psikotisme, dapat digabung bersama-sama dengan neurotisisme dan ekstraversi, menjadi bentuk tiga dimensi. Tiga garis yang saling berpotongan ditengah-tengah dan saling tegak lurus, menggambarkan hubungan antara ketiga dimensi itu. Setiap individu dapat digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan yang diantarai oleh tiga garis dimensi itu.
4.      Perkembangan Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan). Hal ini sebagian didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL (Cortical Arousal Level) dan ANS (Automatic Nervous System Reactivity) dengan dimensi-dimensi kepribadian.
Namun, Eysenck juga berpendapat bahwa semua tingkah laku yang tampak, tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti dari fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari atau terkondisikan. Hal itu terjadi apabila satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun psikologis. Apabila trauma yang dialami kuat dan terjadi pada seseorang yang memiliki faktor hereditas yang rentan terhadap neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang tersebut mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diatesis stress model).
Sekali pengkondisian ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas pada objek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti Prinsip Generalisasi Stimulus yang banyak dibahas dalam paradigma behaviourisme. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi terkondisi antara perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga orang itu menjadi bereaksi dengan stimuli ketakutan atau kecemasan yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru dapat diikatkan begitu saja dengan stimulus asli, sehingga seseorang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta akibat adanya stimuli itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukan menguranginya.
Eysenck tidak menutupi kemungkinan adanya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian, seperti interaksi keluarga di masa kecil, tetapi dia percaya pengaruhnya terhadap kepribadian adalah terbatas.

5.   Psikopatologi
Teori kepribadian Eysenck berkaitan erat dengan teori psikologi dan perubahan perilaku. Jenis gejala atau gangguan psikologis yang cenderung berkembang adalah terkait dengan karakteristik kepribadian dasar dan prinsip-prinsip dari fungsi sistem saraf. Menurut Eysenck, orang extravert biasanya memiliki level rangsangan cortical (CAL=CorticalArousal Level) yang tinggi , sedangkan introvert biasanya memiliki  level rangsangan cortical (CAL) yang lebih rendah. Orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert.
Eysenck juga menemukan hubungan antara dimensi normality-neurocitism dengan autonomic nervous system reactivity. Orang dengan reaktivitas sistem saraf otonom tinggi cenderung mengembangkan gangguan neurotik. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Sebagian besar pasien neurotik cenderung memiliki neurotisisme yang tinggi dan skor extraversion yang rendah. Sebaliknya, penjahat dan orang-orang antisosial cenderung memiliki skor neurotisisme, extravertion dan psychoticism yang tinggi, individu-individu seperti itu menunjukkan pembelajaran yang lemah mengenai norma-norma sosial.
6.   Assesment
Ada empat inventori yang dipakai untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien, yaitu :
·         Maudley Personality Inventory (MPI), mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
·         Eysenck Personality Inventory (EPI), alat tes ini memiliki skala kebohongan (lie-L) untuk mendeteksi kepura-puraan (faking), yang terpenting dalam tes ini yaitu untuk mengukur ekstraversi dan neurotisme secara independen dengan korelasi yang hampir nol antara E dan N.
·         Eysenck Personality Questionnair (EPQ), mengukur E, N, P, (merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI yang hanya mengukur E dan N masih tetap dipublikasikan). Memasukan skala psikotik.
·         Eysenck Personality Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi dari EPQ. Mempunyai versi dewasa dan anak-anak.

7.   Isu Penting dalam Kepribadian
Aspek penting dari banyaknya teori kepribadian dapat digambarkan dari sifat alamiah manusia diformulasikan oleh masing-masing ahli teori. Masing-masing ahli teori mempunyai konsepsi alamiah manusia yang dituangkan pada beberapa pertanyaan dasar yang ada, yaitu :
1.      Keinginan bebas (free will) vs determinasi
Apakah kita langsung sadar dengan segala tindakan kita,  atau tindakan kita diatur oleh kekuatan lain?
Eysenck lebih menekankan pada determinasi biologis, karena menurut Eysenck, faktor kepribadian seperti Psikotisme, Neurotisme, Ekstroversi semuanya mempunyai kekuatan determinasi biologis. Dia juga memperkirakan bahwa sekitar ¾  variasi dari 3 dimensi kepribadian dapat dihitung degan hereditas dan sekitar 1/4 dengan faktor lingkungan.
 
2.      Alamiah (herediter/nature) vs Lingkungan (Nurture)?
Apakah kita lebih dipengaruhi oleh herediter (nature) atau lingkungan kita (nurture)?
Sudahlah jelas bahwa menurut Eysenck kepribadian manusai lebih banyak dipengaruhi oleh hereditas sebesar 80 persen dan hanya 20 persen dari lingkungan.

3.      Masa lalu (past) vs masa sekarang (present)
Apakah kepribadian kita ditetapkan oleh peristiwa awal dalam kehidupan kita atau dapat dibentuk oleh pengalaman pada masa dewasa?
Konsep trait kepribadian lebih kepada bentuk yang konsisten dari cara individu berprilaku, merasa dan berpikir. Dalam peneleitian telah menunjukkan bahwa trait dan dimensi Eysenck mengusulkan masih stabil sepanjang rentang kehidupan dari permulaan masa anak-anak sampai akhir dewasa, meskipun ada perbedaan pengalaman sosial dan lingkungan yang berbeda pula. Jadi, cukuplah jelas bahwa trait kepribadian menurut Eysenck ditetapkan melalui peristiwa awal kehidupan kita, walaupun 20%-nya ditentukan oleh pengaruh sosial dan lingkungan.

4.       Keunikan (Uniqueness) vs Kesamaan (Universality)?
Apakah kepribadian masing-masing manusia adalah unik, atau ada kesamaan yang luas dari bentuk kepribadian beberapa orang yang sesuai?
Sudah pasti ada kesamaan yang luas dari bentuk kepribadian dari beberapa wilayah di dunai (orang yang sama atau sesuai). Hal ini berkaitan dengan teori trait Eysenck, yang menyatakan bahwa hampir 80% trait kepribadian manusai dipengaruhi oleh pewarisan sifat atau herediter.

5.      Keseimbangan (Equilibrium) vs Pertumbuhan (Growth)?
Apakah kita dengan mudah terdorong untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis atau dalam keadaan seimbang atau apakah dorongan tumbuh dan berkembang membentuk perilaku kita?
Menurut Eysenck, cukuplah jelas bahwa akan terjadi keseimbangan fisiologis dalam pembentukan perilaku, karena trait ditentukan secara herediter dan merupakan pembagian tugas kepribadian yang semi-permanent. Artinya trait yang diturunkan secara herediter ini, berada pada bagian tengah dalam organisasi perilaku menurut Eysenck.

6.      Keputusasaan (Pesimism) vs Harapan Baik (Optimism)
Apakah dasarnya kita baik atau jahat?
Pada dasarnya kita adalah baik, sesuai dengan supertrait Psikotisme vs Fungsi Superego. Eysenck juga setuju dengan teori Abraham Maslow yang mengemukakan bahawa kesehatan mental berawal dari aktualisasi diri (score P yang rendah) sampai schizoprenia dan psikosis (score P yang tinggi).







Daftar Pustaka

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Hall, Calvin. dkk. 1985. Introduction to Theories of Personality. USA: Wiley.
Pervin, A, Lawrence. Cervone, Daniel. John, P, Oliver. 2005. Personality. New York: Lehigh Press.

Kamis, 19 Juni 2014

PENDEKATAN TIPOLOGI HANS EYSENCK


1.      Biografi Eysenck
Hans J. Eysenck lahir di Berlin, Jerman pada tanggal 4 Maret 1916. Ibunya Silesian kelahiran bintang film Helga Molander, dan ayahnya, Eduard Anton Eysenck adalah seorang penghibur klub malam yang pernah terpilih sebagai pria paling tampan di pantai Baltik.
Ayah dan ibunya bercerai saat dia sedang berusia  2 tahun. Eysenck kemudian dirawat oleh neneknya sampai berusia 18 tahun. Kala itu Nazi mulai berkuasa, dan sebagai simpatisan Yahudi, Hans Eysenck pun terancam. Kemudian dia pindah ke Inggris untuk melanjutkan pendidikannya.
Dia menerima gelar doktor di bidang psikologi dari University of London pada tahun 1940. Pada saat perang dunia pertama, dia bekerja sebagai seorang psikolog di bagian gawat darurat. Disinilah penelitiannya pun dilakukan tentang “kevalidan diagnosis-diagnosis psikiatri. Hasil peneltiannya kemudian membuatnya menentang psikologi analisis sepanjang kariernya. Setelah perang usai, dia mengajar di University of London dan menjadi ketua bagian psikologi di The Institute of Psychiatri di Betlehem Royal Hospital.
Hans Eysenck adalah seorang psikolog terkenal yang memakai pendekatan behaviorisme dalam melihat kepribadian manusia. Teori Eysenck sebagian besar didasarkan oleh fisiologi dan genetika. Meskipun dia seorang behavioris, namun Eysenck melihat perbedaan kepribadian lebih disebabkan oleh faktor keturunan atau genetika.
Salah satu metode yang dipakai Eysenck adalah teknik statistik yang disebut analisis faktor. Cara analisis ini dilakukan adalah dengan responden diberikan daftar berisi sifat-sifat manusia yang mereka pilih sesuai kepribadian mereka.
2.      Pengertian Kepribadian
Kepribadian adalah keseluruhan sikap, perasaan, ekspresi, tempramen, ciri-ciri kas dan perilaku seseorang. Sikap perasaan ekspresi dan tempramen itu akan terwujud dalam tindakan seseorang jika di hadapkan pada situasi tertentu. Setiap orang mempunyai kecenderungan perilaku yang baku, atau berlaku terus menerus secara konsisten dalam menghadapai situasi yang di hadapi, sehingga menjadi ciri khas pribadinya.
Pengertian kepribadian menurut Hans Eysenk
Eysenk berpendapat dasar umum sifat-sifat kepribadian berasal dari keturunan, dalam bentuk tipe dan trait. Namun dia juga berpendapat bahwa semua tingkah laku dipelajari dari lingkungan. Menurutnya kepribadian adalah keseluruhan pola tingkah laku aktual maupun potensial dari organisme, sebagaimana ditentukan oleh keturunan dari lingkungan. Pola tingkah laku itu berasal dan dikembangkan melalui interaksi fungsional dari empat sektor utama yang mengorganisir tingkah laku; sektor kognitif, (intellegence), sektor kunatif (character), sektor afektif (temperament) dan sektor somatik (constitution).
Hans Eysenk juga mengatakan dimensi kepribadian dasar adalah introversi, ekstraversi, dan psikotisme. Kusioner telah dikembangkan untuk menilai sifat ini, riset ini difokuskan introversi-ekstraversi dimana ditemukan perbedaan pada level aktivasi dan aktivitas. Eysenk menunjukan bahwa perbedaan pada sifat individu memiliki basis biologis dan genetik (turunan), walaupun demikian dia juga mengisyaratkan bahwa perubahan penting dalam fungsi kepribadian dapat terjadi melalui terapi perilaku.
3.      Struktur Kepribadian
Tentang struktur kepribadian, Eysenck berpendapat bahwa kepribadian tersusun atas tindakan-tindakan, disposisi-disposisi yang terorganisir dalam susunan hirarki berdasarkan atas keumuman dan kepentingannya. Diurut dari yang paling tinggi dan paling mencakup ke yang paling rendah dan paling umum, adalah sebagai berikut :
  1. Hirarki tertinggi: Tipe, kumpulan dari trait, yang mewadahi kombinasi trait dalam suatu dimensi yang luas.
  2. Hirarki kedua: Trait, kumpulan kecenderungan kegiatan, koleksi respon yang saling berkaitan atau mempunyai persamaan tertentu. Ini adalah disposisi kepribadian yang penting dan permanen.
  3. Hirarki ketiga: Kebiasaan tingkah laku atau berfikir, kumpulan respon spesifik, tingkahlaku/fikiran yang muncul kembali untuk merespon kejadian yang mirip.
  4. Hirarki terendah: Respon spesifik, tingkah laku yang secara aktual dapat diamati, yang berfungsi sebagai respon terhadap suatu kejadian.
Keempat macam deskripsi mengenai kepribadian ini bersangkutan dengan keempat macam faktor dalam analisa faktor, yaitu :
Type, bersangkutan dengan general faktor.
Traits, bersangkutan dengan group faktor.
Habitual response bersangkutan dengan special faktor, dan
Specific response bersangkutan dengan error faktor.
Eysenck menemukan tiga dimensi tipe, yakni ekstraversi (E), neurotisisme (N), dan psikotisme (P). Masing-masing dimensi saling asing, sehingga dapat berlangsung kombinasi antar dimensi secara bebas. Masing-masing tipe merupakan kumpulan dari 9 trait, sehingga semuanya ada 27 trait. Trait dari ekstraversi adalah: sosiabel (sociable), lincah (lively), aktif (active), asertif (assertive), mencari sensasi (sensation seeking), riang (carefree), dominan (dominance), bersemangat (surgent), berani (venture some). Trait dari neurotisisme adalah: cemas (anxious), tertekan (depressed), berdosa (guild feeling), harga diri rendah (low self esteem), tegang (tension), irasional (irrational), malu (shy), murung (moody), emosional (emotional). Trait dari psikotisme adalah: agresif (aggressive), dingin (cold), egosentrik (egocentric), takpribadi (impersonal), impulsif (impulsive), antisosial (antisocial), tak empatik (tak empatik), kreatif (creative), keras hati (tough-minded).
TIPE
Eysenck menemukan dan mengelaborasikan tiga tipe – E,N,P- tanpa menyatakan secara eksplisit peluang untuk menemukan dimensi yang lain pada masa yang akan datang.
Neurotitisme dan Psikotisme itu bukan sifat patologis, walaupun tentu individu yang mengalami gangguan akan memperoleh skor yang ekstrim. Tiga dimensi itu adalah bagian normal dari struktur kepribadian. Semuanya bersifat bipolar; ekstraversi lawannya introversi, neurotisisme lawannya stabilita, dan psikotisme lawannya fungsi superego. Semua orang berada dalam rentangan bipolar itu mengikuti kurva normal, artinya sebagian besar orang berada ditengah-tengah polarisasi, dan semakin mendekati titik ekstrim, jumlahnya semakin sedikit.
1. Ekstraversi
Konsep Eysenck mengenai ekstraversi mempunyai sembilan sifat sebagaimana ditunjukkan oleh trait-trait dibawahnya, dan introversi adalah kebalikan dari trait ekstraversi, yakni: tidak sosial, pendiam, pasif, ragu, banyak fikiran, sedih, penurut, pesimis, penakut.
Orang introvers memilih aktivitas yang miskin rangsangan sosial, seperti membaca, olahraga soliter (main ski, atletik), organisasi persaudaraan eksklusif. Sebaliknya orang ekstravers memilih berpartisipasi dalam kegiatan bersama, pesta hura-hura, olahraga beregu (sepakbola, arung jeram), minum alkohol dan mengisap mariyuana. Eysenck menghipotesakan ekstravers (dibanding introvers) melakukan hubungan seksual lebih awal dan lebih sering, dengan lebih banyak pasangan, dan dengan perilaku seksual yang lebih bervariasi. Ektravers yang ketagihan alkohol dan narkotik cenderung mengkonsumsi dalam jumlah yang lebih besar.
2. Neurotisisme
Seperti ekstraversi-introversi, neurotisisme-stabiliti mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck melaporkan beberapa penelitian yang menemukan bukti dasar genetik dari trait neurotik, seperti gangguan kecemasan, histeria, dan obsesif-kompulsif. Juga ada keseragaman antara orang kembar-identik lebih dari kembar-fraternal dalam hal jumlah tingkahlaku antisosial dan asosial seperti kejahatan orang dewasa, tingkahlaku menyimpang pada anak-anak, homoseksualitas, dan alkoholisme.
Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Namun neurotisisme itu bukan neurosis dalam pengertian yang umum. Orang bisa saja mendapat skor neurotisisme yang tinggi tetapi tetap bebas dari simpton gangguan psikologis. Menurut Eysenck, skor neurotisisme mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model); yakni skor N yang tinggi lebih rentan untuk terdorong mengembangkan gangguan neurotik dibanding skor N yang rendah, ketika menghadapi situasi yang menekan.
Neurotisisme dan Extraversi-Introversi
Masalah lain yang diselidiki Eysenck adalah interaksi antara kedua dimensi tadi dan apa pengaruhnya terhadap persoalan-persoalan psikologis. Dia menemukan, misalnya, bahwa orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert.
Dia menjelaskan begini: orang neurotistik akut sangat peka terhadap hal-hal yang menakutkan. Kalau orang ini introvert, mereka akan belajar menghindari situasi yang menyebabkan kepanikan itu secepat mungkin, bahkan ada yang langsung panik walaupun situasinya belum terlalu gawat, orang inilah yang mengidap fobia. Sementara orang introvert lainnya akan mempelajari perilaku-perilaku yang dapat menghilangkan kepanikan mereka, seperti memeriksa segala sesuatunya berulang kali atau mencuci tangan berulang kali karena ingin memastikan tidak ada kuman yang akan membuat mereka sakit.
3. Psikotisme
           Orang yang skor psikotisisme-nya tinggi memiliki trait agresif, dingin, egosentrik, tak pribadi, impulsif, antisosial, tak empatik, keatif, keras hati. Sebaliknya orang yang skor psikotisismenya rendah memiliki trait merawat/baik hati, hangat, penuh perhaitan, akrab, tenang, sangat sosial,empatik, kooperatif, dan sabar. Seperti pada ekstraversi dan neurotisisme, psikotisisme mempunyai unsur genetik yang besar. Secara keseluruhan tiga dimensi kepribadian itu 75% bersifat herediter, dan hanya 25% yang menjadi fungsi lingkungan. Seperti pada neurotisisme, psikotisisme juga mengikuti model stres-diatesis (diathesis-stress model). Orang yang variabel psikotismenya tinggi tidak harus psikotik, tetapi mereka mempunyai predisposisi untuk mengidap stress dan mengembangkan gangguan psikotik. Pada masa orang hanya mengalami stress yang rendah, skor P yang tinggi mungkin masih bisa berfungsi normal, tetapi ketika mengalami stress yang berat, orang menjadi psikotik yang ketika stress yang berat itu sudah lewat fungsi normal kepribadian sulit untuk diraih kembali.
Psikotisme, dapat digabung bersama-sama dengan neurotisisme dan ekstraversi, menjadi bentuk tiga dimensi. Tiga garis yang saling berpotongan ditengah-tengah dan saling tegak lurus, menggambarkan hubungan antara ketiga dimensi itu. Setiap individu dapat digambarkan dalam sebuah titik pada ruangan yang diantarai oleh tiga garis dimensi itu.
4.      Perkembangan Kepribadian
Teori kepribadian Eysenck menekankan peran herediter sebagai faktor penentu dalam perolehan trait ekstraversi, neurotisisme, dan psikotisisme (juga kecerdasan). Hal ini sebagian didasarkan pada bukti hubungan korelasional antara aspek-aspek biologis, seperti CAL (Cortical Arousal Level) dan ANS (Automatic Nervous System Reactivity) dengan dimensi-dimensi kepribadian.
Namun, Eysenck juga berpendapat bahwa semua tingkah laku yang tampak, tingkah laku pada hirarki kebiasaan dan respon spesifik (termasuk tingkah laku neurosis) dipelajari dari lingkungan. Eysenck berpendapat inti dari fenomena neurotis adalah reaksi takut yang dipelajari atau terkondisikan. Hal itu terjadi apabila satu atau dua stimulus netral diikuti dengan perasaan sakit atau nyeri fisik maupun psikologis. Apabila trauma yang dialami kuat dan terjadi pada seseorang yang memiliki faktor hereditas yang rentan terhadap neurosis, maka bisa jadi cukup satu peristiwa traumatis untuk membuat orang tersebut mengembangkan reaksi kecemasan dengan kekuatan yang besar dan sukar berubah (diatesis stress model).
Sekali pengkondisian ketakutan atau kecemasan terjadi, pemicunya akan berkembang bukan hanya terbatas pada objek atau peristiwa asli, tetapi ketakutan atau kecemasan itu juga dipicu oleh stimulus lain yang mirip dengan stimulus asli atau stimulus yang dianggap berkaitan dengan stimulus asli. Mekanisme perluasan stimulus ini mengikuti Prinsip Generalisasi Stimulus yang banyak dibahas dalam paradigma behaviourisme. Setiap kali orang menghadapi stimulus yang membuatnya merespon dalam bentuk usaha menghindar atau mengurangi kecemasan, menurut Eysenck, orang itu menjadi terkondisi antara perasaan takut atau cemasnya dengan stimuli yang baru saja dihadapinya. Jadi, kecenderungan orang untuk merespon dengan tingkah laku neurotik semakin lama semakin meluas, sehingga orang itu menjadi bereaksi dengan stimuli ketakutan atau kecemasan yang hanya sedikit mirip atau bahkan tidak mirip sama sekali dengan objek atau situasi menakutkan yang asli.
Menurut Eysenck, stimulus baru dapat diikatkan begitu saja dengan stimulus asli, sehingga seseorang mungkin mengembangkan cara merespon stimuli yang terjadi serta akibat adanya stimuli itu, tanpa tujuan fungsional. Eysenck menolak analisis psikodinamik yang memandang tingkah laku neurotik dikembangkan untuk tujuan mengurangi kecemasan. Menurutnya, tingkah laku neurotik sering dikembangkan tanpa alasan yang jelas, sering menjadi kontraproduktif, semakin meningkatkan kecemasan dan bukan menguranginya.
Eysenck tidak menutupi kemungkinan adanya pengaruh lingkungan terhadap kepribadian, seperti interaksi keluarga di masa kecil, tetapi dia percaya pengaruhnya terhadap kepribadian adalah terbatas.

5.   Psikopatologi
Teori kepribadian Eysenck berkaitan erat dengan teori psikologi dan perubahan perilaku. Jenis gejala atau gangguan psikologis yang cenderung berkembang adalah terkait dengan karakteristik kepribadian dasar dan prinsip-prinsip dari fungsi sistem saraf. Menurut Eysenck, orang extravert biasanya memiliki level rangsangan cortical (CAL=CorticalArousal Level) yang tinggi , sedangkan introvert biasanya memiliki  level rangsangan cortical (CAL) yang lebih rendah. Orang yang mengalami gangguan fobia dan obsesif-kompulsif biasanya adalah orang introvert, sementara orang yang mengalami gangguan keseimbagan mental (misalnya, paralisis histerikal) atau gangguan ingatan (misalnya amnesia) biasanya adalah orang ekstravert.
Eysenck juga menemukan hubungan antara dimensi normality-neurocitism dengan autonomic nervous system reactivity. Orang dengan reaktivitas sistem saraf otonom tinggi cenderung mengembangkan gangguan neurotik. Orang yang skor neurotiknya tinggi sering mempunyai kecenderungan reaksi emosional yang berlebihan dan sulit kembali normal sesudah emosinya meningkat. Sebagian besar pasien neurotik cenderung memiliki neurotisisme yang tinggi dan skor extraversion yang rendah. Sebaliknya, penjahat dan orang-orang antisosial cenderung memiliki skor neurotisisme, extravertion dan psychoticism yang tinggi, individu-individu seperti itu menunjukkan pembelajaran yang lemah mengenai norma-norma sosial.
6.   Assesment
Ada empat inventori yang dipakai untuk melakukan penelitian atau untuk memahami klien, yaitu :
·         Maudley Personality Inventory (MPI), mengukur E dan N dan korelasi antara keduanya.
·         Eysenck Personality Inventory (EPI), alat tes ini memiliki skala kebohongan (lie-L) untuk mendeteksi kepura-puraan (faking), yang terpenting dalam tes ini yaitu untuk mengukur ekstraversi dan neurotisme secara independen dengan korelasi yang hampir nol antara E dan N.
·         Eysenck Personality Questionnair (EPQ), mengukur E, N, P, (merupakan revisi dari EPI, tetapi EPI yang hanya mengukur E dan N masih tetap dipublikasikan). Memasukan skala psikotik.
·         Eysenck Personality Questionnair-Revised (EPQ-R) revisi dari EPQ. Mempunyai versi dewasa dan anak-anak.

7.   Isu Penting dalam Kepribadian
Aspek penting dari banyaknya teori kepribadian dapat digambarkan dari sifat alamiah manusia diformulasikan oleh masing-masing ahli teori. Masing-masing ahli teori mempunyai konsepsi alamiah manusia yang dituangkan pada beberapa pertanyaan dasar yang ada, yaitu :
1.      Keinginan bebas (free will) vs determinasi
Apakah kita langsung sadar dengan segala tindakan kita,  atau tindakan kita diatur oleh kekuatan lain?
Eysenck lebih menekankan pada determinasi biologis, karena menurut Eysenck, faktor kepribadian seperti Psikotisme, Neurotisme, Ekstroversi semuanya mempunyai kekuatan determinasi biologis. Dia juga memperkirakan bahwa sekitar ¾  variasi dari 3 dimensi kepribadian dapat dihitung degan hereditas dan sekitar 1/4 dengan faktor lingkungan.
 
2.      Alamiah (herediter/nature) vs Lingkungan (Nurture)?
Apakah kita lebih dipengaruhi oleh herediter (nature) atau lingkungan kita (nurture)?
Sudahlah jelas bahwa menurut Eysenck kepribadian manusai lebih banyak dipengaruhi oleh hereditas sebesar 80 persen dan hanya 20 persen dari lingkungan.

3.      Masa lalu (past) vs masa sekarang (present)
Apakah kepribadian kita ditetapkan oleh peristiwa awal dalam kehidupan kita atau dapat dibentuk oleh pengalaman pada masa dewasa?
Konsep trait kepribadian lebih kepada bentuk yang konsisten dari cara individu berprilaku, merasa dan berpikir. Dalam peneleitian telah menunjukkan bahwa trait dan dimensi Eysenck mengusulkan masih stabil sepanjang rentang kehidupan dari permulaan masa anak-anak sampai akhir dewasa, meskipun ada perbedaan pengalaman sosial dan lingkungan yang berbeda pula. Jadi, cukuplah jelas bahwa trait kepribadian menurut Eysenck ditetapkan melalui peristiwa awal kehidupan kita, walaupun 20%-nya ditentukan oleh pengaruh sosial dan lingkungan.

4.       Keunikan (Uniqueness) vs Kesamaan (Universality)?
Apakah kepribadian masing-masing manusia adalah unik, atau ada kesamaan yang luas dari bentuk kepribadian beberapa orang yang sesuai?
Sudah pasti ada kesamaan yang luas dari bentuk kepribadian dari beberapa wilayah di dunai (orang yang sama atau sesuai). Hal ini berkaitan dengan teori trait Eysenck, yang menyatakan bahwa hampir 80% trait kepribadian manusai dipengaruhi oleh pewarisan sifat atau herediter.

5.      Keseimbangan (Equilibrium) vs Pertumbuhan (Growth)?
Apakah kita dengan mudah terdorong untuk mempertahankan keseimbangan fisiologis atau dalam keadaan seimbang atau apakah dorongan tumbuh dan berkembang membentuk perilaku kita?
Menurut Eysenck, cukuplah jelas bahwa akan terjadi keseimbangan fisiologis dalam pembentukan perilaku, karena trait ditentukan secara herediter dan merupakan pembagian tugas kepribadian yang semi-permanent. Artinya trait yang diturunkan secara herediter ini, berada pada bagian tengah dalam organisasi perilaku menurut Eysenck.

6.      Keputusasaan (Pesimism) vs Harapan Baik (Optimism)
Apakah dasarnya kita baik atau jahat?
Pada dasarnya kita adalah baik, sesuai dengan supertrait Psikotisme vs Fungsi Superego. Eysenck juga setuju dengan teori Abraham Maslow yang mengemukakan bahawa kesehatan mental berawal dari aktualisasi diri (score P yang rendah) sampai schizoprenia dan psikosis (score P yang tinggi).







Daftar Pustaka

Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.
Hall, Calvin. dkk. 1985. Introduction to Theories of Personality. USA: Wiley.
Pervin, A, Lawrence. Cervone, Daniel. John, P, Oliver. 2005. Personality. New York: Lehigh Press.